Selamat Datang di Catatan Harian Hermanto Deli El-Faraby..

BACAAN بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DALAM SHALAT, Dikeraskan apa Dilirihkan??

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه ‏‏.‏‏.‏ أما بعد:‏
Rasulullah صلى الله عليه وسلم memerintahkan kepada kita agar mengikuti dan mencontoh beliau dalam seluruh amalan shalat kita. Beliau صلى الله عليه وسلم mengatakan:
(صلوا كما رأيتموني أصلي (رواه البخارى
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”(HR.Bukhari).
Lalu bagaimana kita bisa mengikuti dan mencontoh shalat beliau? Tentu kita yang berada
pada zaman sekarang ini, tidak akan mungkin bisa mencontoh dan mengikuti shalat beliau kecuali melalui perantaraan para sahabat beliau رضى الله عنهم yang mana mereka diajarkan langsung oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم , Kemudian mereka mengkhabarkan kepada orang-orang yang setelahnya melalui hadits-hadits yang diriwayatkan dari mereka. Dan terus menerus hadits-hadits tersebut diriwayatkan dan disampaikan kepada orang-orang yang setelahnya hingga sampai kepada kita. Sehingga orang-orang yang tidak pernah bertemu dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم dapat mengetahui tata cara shalat beliau dan dapat melaksanakan shalat seperti apa yang telah dicontohkan oleh beliau صلى الله عليه وسلم .
Sebagaimana ibadah yang lain, maka shalat memiliki rukun dan syarat yang wajib dipenuhi bagi orang yang ingin mengerjakannya. Dan diantara rukun shalat yang tidak akan sah shalat seseorang tanpanya adalah membaca Surat Al-Fatihah, sebagaimana perkataan Rasulullah صلى الله عليه وسلم :
(لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ (رواه البخارى
Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Fathihatul Kitab (surat Al Fatihah)”
Telah kita ketahui bersama bahwasanya bismillah” termasuk bagian dari tujuh ayat surat Al Fatihah yang wajib juga dibaca ketika shalat dan tidak akan sah shalat seseorang yang tidak membacanya. Akan tetapi yang menjadi permasalahan, apakah membacanya dengan jahr (mengeraskannya) atau dengan sirr- (memelankannya)?
Sesungguhnya telah banyak riwayat yang menceritakan tentang permasalahan ini (jahr atau siir??), yang terdapat di dalam hadits-hadits yang shahih yang diriwayatkan dari mereka رضى الله عنهم sebagaimana yang diajarkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم, Dan hadits-hadits yang menceritakan tentang yang demikian cukup banyak diriwayatkan di dalam shahihain (Bukhari, Muslim) dan selainnya. 
 
Hadits-Hadits Shahih
  1. Imam Bukhari, dalam Shahihnya “Sifat Shalat”, Bab “Apa Yang diucapkan Setelah Takbir” :
    عَنْ أَنَسِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ كَانُوا يَفْتَتِحُونَ الصَّلَاةَ بِ{ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
    Dari Anas bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم ,dan Abu Bakar, dan Umar mereka membuka bacaan shalat mereka dengan الحمدلله الرب العالمين “. [HR. Bukhari]
  2. Imam Tirmidzi, dalam Sunannya Hadits ke - 246 :
    عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ يَفْتَتِحُونَ الْقِرَاءَةَ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
    Dari Anas dia mengatakan adalah Rasulullah dan Abu Bakar dan Umar dan Utsman mereka membuka bacaan shalat mereka dengan الحمدلله الرب العالمين “. [HR. Tirmidzi:246]
  3. Imam Muslim, dalam Shahihnya “Kitab Shalat”, Bab “Dalil Tidak menjahrkan Bacaan Basmalah” :
     
    عَنْ أَنَسٍ أيضا قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
    Dari Anas juga dia mengatakan : “Aku pernah shalat bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم , Abu Bakar, Umar dan Utsman, maka aku tidak pernah mendengar seorang dari mereka membaca بسم الله الرحمن الرحيم “. [HR. MUSLIM : 50-399]
    Dalam riwayat lain :
    صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَكَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ الصَّلَاةَ بِ الْحَمْد لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلَا فِي آخِرِهَا
    Aku shalat di belakang nabi صلى الله عليه وسلم , Abu Bakar, Umar, dan Utsman رضى الله عنهم , maka mereka membuka bacaan shalat dengan الحمدلله الرب العالمين , tanpa menyebutkan بسم الله الرحمن الرحيم baik di awal bacaan atau di akhirnya”. [HR. MUSLIM : 52-399]
  1. Imam An Nasa’i, dalam Sunan-nya hadits ke-907 : 
     
    عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُسْمِعْنَا قِرَاءَةَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, وَصَلَّى بِنَا أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَلَمْ نَسْمَعْهَا مِنْهُمَا
    Dari Anas bin Malik dia mengatakan: “Shalat bersama kami Rasulullah صلى الله عليه وسلم  maka beliau tidak memperdengarkan kepada kami bacaan بسم الله الرحمن الرحيم , dan shalat bersama kami Abu Bakar dan Umar maka kami tidak mendengarnya dari keduanya” [H.R An-Nasai no. 907]
    Dari jalur periwayatan yang lain :
    صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَجْهَرُ بِ{ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
    Aku pernah shalat di belakang Rasulullah صلى الله عليه وسلم , Abu Bakar , Umar dan Utsman رضى الله عنهم , maka aku tidak pernah mendengar salah seorang dari mereka menjahrkan بسم الله الرحمن الرحيم “
  2. Imam Ahmad (3/264), dan At Thahawi (1/119) dan Ad Daruqutni (119), mereka mengatakan padanya:
    فَكَانُوا لَا يَجْهَرُونَ بِ{ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
    “…maka mereka tidak menjahrkan بسم الله الرحمن الرحيم “
  3. Dan meriwayatkan Ibnu Hibban dalam “Shahih” nya :
    ويجهرون بـ ( الحمد لله رب العالمين…
    “… Dan mereka menjahrkan الحمدلله الرب العالمين  “
  4. Dan dalam lafaz Abu Ya’la Al Mushili dalam “Musnad” nya:
    فكانوا يستفتحون القراءة فيما يجهر به بالحمدلله الرب العالمين
    Maka mereka membuka bacaan yang dijahrkan dengan الحمدلله الرب العالمين
  5. Dan dalam lafaz Thabrani dalam “MU’JAM” nya dan Abu Nu’aim dalam “AL HILYAH”, dan Ibnu Khuzaimah dalam “SHAHIH” nya dan At Thahawi dalam “SYARAH MA’ANI ATSAR” :
    وكانوا يسرون ببسم الله الرحمن الرحيم
    “… Dan mereka mensirr-kan بسم الله الرحمن الرحيم ”.
Dan hadits-hadits yang menjelaskan bacaan Basmalah di”jahr”kan sebagai berikut :
  1. Dari Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir, ia berkata:
كُنْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ ، فَقَرَأَ : بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ، ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى بَلَغَ {وَلا الضَّالِّينَ} قَالَ : آمِينَ ، وَقَالَ: النَّاسُ آمِينَ ، وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ: الله أَكْبَرُ ، وَإِذَا قَامَ مِنَ الْجُلُوسِ قَالَ: الله أَكْبَرُ ، وَيَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لأَشْبَهُكُمْ صَلاَةً بِرَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم. (رواه النسائي)
Aku shalat berada di belakang Abu Hurairah, beliau membaca bismillahirrahmanirrahim, lalu membaca ummul qur’an sampai pada ayat walaadldlaalliin dan membaca amin, kemudian orang-orang juga mengikutinya membaca amin. Beliau ketika akan sujud membaca; Allahu Akbar dan ketika bangun dari duduk membaca; Allahu Akbar. Setelah salam beliau berkata: “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku adalah orang yang shalatnya paling menyerupai Rasulullah di antara kalian.” [H.R. al-Nasa’i]
Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i dan telah dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan al-Hakim. Al-Hakim mengatakan bahwa keshahihan hadits tersebut berdasarkan syarat yang telah ditetapkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
  1. Imam al-Daruquthni juga meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah:
    أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا قَرَأَ وَهُوَ يَؤُمُّ النَّاسَ اِفْتَتَحَ الصَّلَاةَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. (رواه الدارقطني
    “Sesungguhnya Nabi SAW ketika membaca (fatihah), sedangkan beliau mengimami para shahabat, memulai shalat dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim.” [H.R. al-Daruquthni]. Imam Daruquthni mengatakan bahwa semua perawi hadits tersebut adalah tsiqat.
Dari paparan hadits di atas, dapat kita lihat seolah-olah hadits yang bersumber dari Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir dan Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhuma bertentangan dengan hadits yang bersumber dari shahabat Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu. Agar kita tidak bingung, ada baiknya kita kita lihat dan perhatikan bagaimana pandangan para ulama dalam menyikapi hal ini :
Pandangan Imam Madzhab :
Soal kewajiban membaca basmalah, para ulama berbeda pendapat. Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad berpendapat bacaan itu disyari’atkan di dalam shalat. Imam Malik berpendapat, bacaan itu tidak disyari’atkan untuk dibaca dalam shalat wajib, baik dengan pelan maupun keras. Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad berselisih tentang hukum membacanya.  Imam Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat membacanya adalah sunnah, bukan wajib, karena basmalah bukan bagian dari Al-Fatihah –tapi ayat tersendiri dalam Al-Quran. Imam Syafi’i berpendapat, membacanya adalah wajib. Berikut penjelasannya :
  1. Basmalah menurut Mazhab Hanafi (Imam Abu Hanifah)
    Mazhab Hanafi berpendapat bahwa Basmalah bukan merupakan bagian dari Al Fatihah. Adapun membaca Basmalah pada Al Fatihah ketika shalat hukumnya sunnah dan dibaca secara sirr (samar).
ليست البسملة آية من الفاتحة ولا من غيرها من السور إلا من سورة النمل في أثنائها ، لحديث أنس رضي الله تعالى عنه قال: «صليت مع رسول الله صلّى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر وعثمان رضي ا لله عنهم، فلم أسمع أحداً منهم يقرأ بسم ا لله الرحمن الرحيم». لكن يقرأ المنفرد بسم الله الرحمن الرحيم مع الفاتحة في كل ركعة سراً، كما أنه يسر بالتأمين، فالتسمية والتأمين يسر بهما القارئ. أما الإمام فلا يقرأ البسملة ولا يسر بها لئلا يقع السر بين جهرين، قال ابن مسعود: «أربع يخفيهن الإمام: التعوذ، والتسمية، والتأمين، والتحميد»
"Basmalah bukanlah ayat dari Al Fatihah dan bukan pula ayat dari surat-surat yang lain kecuali di tengah-tengah surat An-Naml. Berdasarkan hadits dari Sayyidina Anas -radhiyAllahu ‘anhu-: “Saya shalat bersama Rasulullah -shallAllahu ‘alayh wa aalih wa sallam-, Abu Bakar, Umar, dan Utsman -radhiyAllahu ‘anhum-, maka aku tidak mendengar satu pun dari mereka membaca Bismillahirrahmanirrahim” (HR Muslim dan Ahmad). Akan tetapi orang yang shalat munfarid (sendiri) membaca Bismillahirrahmanirrahim pada Al Fatihah di setiap rakaat secara samar, sebagaimana menyamarkan pula pada Ta’min (membaca ‘aaamiiin’), maka pembaca membaca Basmalah dan Ta’min secara samar. Adapun Imam maka tidak membaca Basmalah dan tidak menyamarkan bacaannya supaya tidak menyamarkan di antara dua jahr. Ibnu Mas’ud berkata: “Empat hal yang Imam meringankan bacaannya: ta’awudz, tasmiyah (Basmalah), ta’min, dan tahmid (bacaan: Robbana lakal hamdu)”  (Fiqh Islami wa Adillatuhu II/22).
فكان أبو حنيفة وأصحابه يقولون بقراءتها فى الصلاة سرا، لا يرون الجهر بها لامام ولا لمنفرد، بعد الاستفادة وقبل فاتحة الكتاب تبركا بها فى الركعة الأولى كالتعوذ، باتفاق الروايات عن أبى حنيفة، وذلك مسنون فى المشهور عند أهل المذهب.
"Adapun Imam Abu Hanifah dan para ulama’ mazhabnya berkata tentang membaca Basmalah di dalam shalat secara samar. Mereka tidak meriwayatkan membaca Basmalah secara keras bagi Imam maupun bagi orang yang shalat sendirian. (Basmalah dibaca) setelah istifadah dan sebelum Al Fatihah untuk mencari berkah dengannya di dalam rakaat pertama seperti halnya ta’awudz menurut kesepakatan riwayat-riwayat dari Imam Abu Hanifah. Membaca Basmalah disunnahkan menurut pendapat yang masyhur di kalangan ulama’ mazhab Hanafi. (Al-Fiqh Al-Islami I/17).
  1. Basmalah menurut Mazhab Maliki (Imam Malik bin Anas)
    Menurut Mazhab Maliki, Basmalah bukan ayat dari Al Fatihah dan tidak disunnahkan membacanya di dalam shalat baik keras maupun samar. Adapun membacanya maka hukumnya makruh.
    وليست البسملة عند المالكية آية من الفاتحة، فلا يقرؤها في الصلاة المكتوبة، جهراً كانت أو سراً، لا في الفاتحة، ولا في غيرها من السور.
    "Dan menurut Mazhab Maliki, Basmalah bukan ayat dari Al Fatihah. Maka tidak dibaca pada shalat maktubah (shalat lima waktu) baik keras maupun samar, tidak pula dibaca pada Al Fatihah dan pada surat-surat lain". (Fiqh Islami wa Adillatuhu II/30).
    المالكية قالوا : يكره الإتيان بالتسمية في الصلاة المفروضة سواء كانت سرية أو جهرية الا إذا نوى المصلي الخروج من الخلاف فيكون الإتيان بها أول الفاتحة سرا مندوبا والجهر بها مكروه في هذه الحالة أما في صلاة النافلة فإنه يجوز للمصلي أن يأتي بالتسمية عند قراءة الفاتحة
    "Ulama’ Mazhab Maliki berkata: Makruh hukumnya membaca Basmalah di dalam shalat fardhu baik dibaca secara keras maupun samar, kecuali jika si mushalli (orang yang shalat) berniat untuk keluar dari khilaf (perbedaan pendapat) ulama’, maka dia membaca Basmalah di awal surat Al Fatihah secara samar yang hukumnya sunnah, atau dibaca keras yang hukumnya makruh pada tingkah ini. Adapun pada shalat sunnah maka boleh bagi mushalli untuk membaca Basmalah ketika membaca Al Fatihah". (Fiqh ‘ala Madzahib Arba’ah I/301).
  1. Basmalah menurut Mazhab Syafi’i (Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i)
Menurut Mazhab Syafi’i, Basmalah merupakan bagian dari ayat surat Al Fatihah sehingga wajib dibaca ketika shalat. Dan dibaca dengan keras ketika menjadi Imam shalat berjama’ah.

والبسملة عند الشافعية آية من الفاتحة، لما رواه البخاري في تاريخه أنه صلّى الله عليه وسلم عدّ الفاتحة سبع آيات، وعدّ: بسم ا لله الرحمن الرحيم آية منها. وروى الدارقطني عن أبي هريرة أنه صلّى الله عليه وسلم قال: «إذا قرأتم الحمد لله ، فاقرؤوا بسم ا لله الرحمن الرحيم، إنها أم القرآن، وأم الكتاب، والسبع المثاني، وبسم ا لله الرحمن الرحيم إحدى آياتها» (1) ، ولأن الصحابة رضي ا لله عنهم أثبتوها فيما جمعوا من القرآن، فيدل على أنها آية منها.

"Adapun menurut Mazhab Syafi’i, Basmalah merupakan ayat dari Al Fatihah. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Tarikh-nya bahwa sesungguhnya Rasulullah -shallAllahu ‘alaih wa aalih wa sallam- menghitung Al Fatihah sebanyak tujuh ayat dan menghitung ‘Bismillahirrahmanirrahim’ sebagai salah satu ayat daripadanya. Dan diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruquthni dari Abi Hurairah bahwa sesungguhnya Rasulullah -shallAllahu ‘alaih wa aalih wa sallam- bersabda: “Jika kalian membaca ‘Alhamdulillah’, maka bacalah ‘Bismillahirrahmanirrahim’. Sesungghnya itu adalah Ummul Quran, Ummul Kitab, dan Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang). Dan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ salah satu ayat daripadanya”. (1) Dan karena sesungguhnya para sahabat -radhiyAllahu ‘anhum- menetapkan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ ke dalam pengumpulan Al Quran, maka hal itu menunjukkan bahwa sesungguhnya ‘Bismillahirrahmanirrahim’ adalah ayat daripadanya.”

Dalam riwayat lain :
أخبرنا أبو طاهر نا أبو بكر نا محمد بن عبد الله بن عبد الحكم أخبرنا أبي و شعيب – يعني ابن الليث – قالا أخبرنا الليث نا خالد ح وحدثنا محمد بن يحيى نا سعيد بن أبي مريم أخبرنا الليث حدثني خالد بن يزيد عن بن أبي هلال عن نعيم المجمر قال : صليت وراء أبي هريرة فقرأ بسم الله الرحمن الرحيم ثم قرأ بأم القرآن حتى بلغ ولا الضالين فقال : آمين وقال الناس : آمين ويقول كلما سجد : الله أكبر وإذا قام من الجلوس قال : الله أكبر ويقول إذا سلم : والذي نفسي بيده إني لأشبهكم صلاة برسول الله صلى الله عليه و سلم جميعها لفظا واحدا
"Menceritakan kepadaku Abu Thahir, menceritakan kepadaku Abu Bakar, menceritakan kepadaku Muhammad bin Abdulloh bin Abdul Hakam, menceritakan kepadaku ayahku dan Syu’aib -yaitu Ibnu Laits- mereka berdua berkata: menceritakan kepadaku Al-Laits, menceritakan kepadaku Khalid, menceritakan kepadaku Muhammad bin Yahya, menceritakan kepadaku Sa’id bin Abi Maryam, menceritakan kepadaku Al-Laits, menceritakan kepadaku Khalid bin Yazid, dari Abi Hilal, dari Nu’aim Al-Majmar berkata: “Aku shalat di belakang Abu Hurairah maka beliau membaca ‘Bismillahirrahmanirrahim’ kemudian membaca Ummul Kitab sampai ‘wa laddhoolliin’, kemudian beliau berkata ‘aamiin’, dan jama’ah berkata ‘aamiin’. Beliau berkata ketika hendak sujud ‘Allahu Akbar’, dan ketika bangun dari duduk ‘Allahu Akbar’. Dan beliau berkata ketika usai salam: ‘Demi Dzat yang jiwaku ada di genggaman-Nya! Sesungguhnya aku telah mencontohkan kepada kalian shalat bersama Rasulullah -shallAllahu ‘alaih wa aalih wa sallam- secara keseluruhan’ dengan satu lafadz.” (Shahih Ibnu Khuzaimah, hadits nomor 499, I/251).
  1. Basmalah menurut Mazhab Hambali (Imam Ahmad bin Hambal)
Menurut Mazhab Hambali, Basmalah merupakan ayat dari Al Fatihah. Adapun cara membacanya adalah dengan samar.

وقال الحنابلة: البسملة آية من الفاتحة يجب قراءتها في الصلاة، لكن يقرأ بها سراً، ولا يجهر بها.
Berkata ulama Mazhab Hambali: Basmalah merupakan ayat dari Al Fatihah dan wajib membacanya di dalam shalat, tapi dibaca secara samar, dan tidak dikeraskan atas bacaannya. (Fiqh Islami wa Adillatuhu II/30).
Penjelasan Ulama' :
  1. Imam Ibnu Katsir mengatakan : “…para ulama sepakat menyatakan sah orang yang mengeraskan bacaan basmalah maupun yang melirihkannya…” (Tafsir Al-Qur’an Al ‘Azhim)
  2. Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kadang-kadang mengeraskan bacaan bismillaahirrohmaanirrohiim  dan yang lebih sering adalah tidak mengeraskannya.” (Zadul Ma’ad 1/99)
  3. Syaikh Abdullah bin Shalih Alu Bassam رحمه الله : “Menyebutkan Anas bin Malik رضى الله عنه bahwasanya dia bersamaan lamanya bersahabat dengan nabi صلى الله عليه وسلم  dan senantiasanya menyertai beliau dan juga para khulafa’ Ar Rasidhin, tidak pernah beliau mendengar salah seorang dari mereka membaca (menjahrkan) بسم الله الرحمن الرحيم di dalam shalat baik di awal bacaan maupun di akhirnya, dan hanya saja mereka membuka shalat dengan الحمدلله الرب العالمين”.
  4. Syaikh Albani رحمه الله  dalam “TAMAMUL MINNAH” : “Dan yang benar bahwasanya tidak ada tentang menjahrkan bismillah hadits yang tegas menyatakan demikian yang shahih, bahkan yang shahih dari beliau صلى الله عليه وسلم mensirr-kannya dari hadits Anas, dan aku telah mendapatkan baginya sepuluh jalan yang aku sebutkan di dalam takhrij “SIFAT SHALAT NABI صلى الله عليه وسلم ” yang kebanyakannya shahih sanadnya, dan pada sebahagian lafaznya menegaskan bahwasanya beliau صلى الله عليه وسلم tidak pernah menjahrkannya, dan sanadnya shahih berdasarkan syarat Muslim, dan ini merupakan mazhab jumhur fuqaha’ dan kebanyakan ulama hadits dan dialah yang benar yang tidak ada keraguan padanya”.
Demikianlah beberapa penjelasan tentang polemik bacaan Basmalah dalam Shahlat Jahr. Namun perlu kita catat adalah bahwa dalam persoalan ini, “Siir” atau “Jahr” terdapat perselisihan di antara para ulama, ada yang mengatakan dibaca dengan “jahr” dan ada pula yang mengatakan dibaca dengan “Siir” berdasarkan penjelasan diatas. Namun, agar kita lebih-lebih hati-hati dan tidak sampai terjerumus dalam perpecahan dan saling menyalahkan, maka ada baiknya kita simak kembali penjelasan Al-Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya “Al-Quranul Azhim”, mengatakan “…para ulama sepakat menyatakan sah orang yang mengeraskan bacaan basmalah maupun yang melirihkannya…”
Ya Allah dengan izin-Mu, berilah kami petunjuk kepada kebenaran atas semua perkara yang dipersilisihkan. Amin Ya Mujibbas Sa’ilin. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Disusun oleh : Abu Fara Deli Ibnu Syafri Al-Bayangi
Referensi :
  1. Kitab Hadits Shahih Bukhari
  2. Kitab Hadits Shahih Muslim
  3. Kitab Hadits Sunan An-Nasa'i
  4. Kitab Hadits Sunan At-Tirmidzi
  5. Kitab Shahih Ibnu Khuzaimah
  6. Kitab Musnad Imam Ahmad
  7. Kitab Shahih Ibnu Hibban
  8. Kitab “Tafsir Al-Quranul Azhim” oleh Al-Imam Ibnu Katsir
  9. Kitab “Zaadul Maad” oleh Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
  10. Kitab “Fathul Baari” oleh Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani
  11. Kitab “Tamamul Minnah” oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
  12. Kitab “Taisirul 'Allam Syarah 'Umdatul Ahkam” oleh Syaikh Abdullah ibnu Abdurrahman ibnu Shalih Alu Bassam
  13. kitab “Fiqh Islami wa Adilatuhu” karya Syaikh Wahbah Az Zuhaily

0 comments:

Post a Comment